Menganalisis Perbedaan Fenomena yang Terjadi Pada Arthropoda Laut dan Arthropoda Darat di Bidang Makanan
Menganalisis Perbedaan Fenomena yang Terjadi Pada Arthropoda Laut dan Darat Khususnya Serangga di Bidang Makanan
Kira-kira, kalian ada yang suka gak sama seafood? Lobster, udang tepung, kepiting pedas manis🤤... mendengarnya saja terkadang sudah bikin ngiler. Tetapi, mari kita coba bandingkan dengan saudaranya sesama arthropoda di bagian darat: kecoa, lipan, kelabang, semut, belalang, laba-laba, dan lain-lain. Para arthropoda darat bagian serangga tadi jelas sangat aneh dan sulit untuk bisa kita bayangkan menjadi makanan kita. Pasti terasa sangat jijik hanya dengan terbayang sekilas kita memakan para serangga darat diatas. Maka, disini kita akan membahas tentang mengapa perbedaan persepsi makanan antara kedua jenis arthropoda ini bisa terjadi.
Setelah saya coba untuk berselancar di internet, saya temukan pembahasan pada artikel: Factors influencing consumer perception and acceptability of insect-based foods" (Current Opinion in Food Science, 2021)
Saya temukan disini bahwa konsumen banyak menolak arthropoda darat tidak karena gizi, tapi karena faktor psikologis seperti disgust (rasa jijik), neophobia (takut mencoba yang baru), dan kurangnya paparan atau familiaritas.
Jadi, arthropoda darat memiliki hambatan psikologis yang lebih besar dibanding jenis makanan laut yang sudah umum digunakan.
Setelah saya coba tanya ke orang-orang sekitar saya, mereka rata-rata menjawab bahwa ada unsur jijik terhadap bentuk/penampilan dari serangga dan takut akan bahaya seperti bakteri, parasit, dan racun.
Maka, alasannya dapat kita bagi menjadi:
1. Faktor Familiaritas dan Budaya
Arthropoda laut, terutama udang dan kepiting, sudah lama menjadi bagian dari kuliner di berbagai belahan dunia. Dari restoran seafood hingga warung sederhana, makanan laut mudah ditemui. Sebaliknya, serangga darat hanya dikonsumsi di beberapa wilayah tertentu (misalnya belalang goreng di Gunungkidul atau jangkrik di Thailand). Paparan sehari-hari membuat makanan laut lebih terasa “normal”.
2. Rasa Jijik dan Neophobia
Penelitian internasional menunjukkan bahwa alasan utama penolakan serangga adalah disgust (rasa jijik) dan neophobia (takut mencoba makanan baru). Bentuk serangga yang utuh dengan kaki, sayap, atau antena memperkuat kesan tersebut. Sedangkan udang dan kepiting, walaupun sama-sama punya kaki banyak, sudah dianggap biasa karena familiar sejak kecil.
3. Persepsi Risiko dan Keamanan
Makanan laut sudah punya standar penanganan, pengolahan, dan regulasi yang jelas. Orang percaya bahwa seafood aman dimakan jika dimasak dengan benar. Sementara itu, serangga sering dianggap berpotensi membawa penyakit, beracun, atau tidak higienis walaupun banyak juga studi yang menunjukkan bahwa serangga juga punya khasiat yang banyak dan punya potensi tinggi untuk menjadi makanan di masa depan.
4. Bentuk dan Penampilan
Penampilan serangga yang aneh bisa membuatnya menjadi terasa menakutkan dan membuat rasa jijik terhadap serangga tersebut.
Jadi, kita bisa mengambil kesimpulan bahwa kurangnya pembiasaan yang menimbulkan perasaan familiar pada serangga sebagai makanan, itulah yang membuat kita merasa jijik dan tidak aman terhadap kegiatan mengonsumsi serangga. Ditambah lagi bakteri atau parasit yang mungkin dibawa dan kurangnya informasi tentang cara pengolahan serangga hingga aman untuk dikonsumsi.
jadi pengen coba makan lipan 🤤
ReplyDeletengawur e rek
Delete